Kamis, 19 Juli 2007

Tukang sotoku yang macho


Pertemuan kami tak pernah di sengaja, dia tukang soto betawi asli yang membuka tendanya di samping BNI Mayestik Kebayoran lama. Tenda putih yang dipasangnya sudah berubah warnanya menjadi krem bertuliskan


“Sedia soto betawi asli.Daging, paru, lidah, jeroan.Pak Jamal gendut”.


Aku bayangkan penjualnya adalah pak Jamal yang usianya lebih dari paruh baya, orang betawi dengan logatnya yang kental, berbadan gemuk serta berkeringat.

Sedikit penasan sambil menunggu mikrolet 614 jurusan cipulir pasar minggu di depan BNI, kutengok ke dalam tenda. Alamaaak, ternyata yang melayani seorang lelaki muda yang jauh dibilang kolot dan ketinggalan jaman.

Dari jauh kulihat badannya yang tegap menunjang tinggi yang serasi. Rambut ikal panjangnya di ikat kebelakang. Rahangnya yang kokoh dan hidungnya yang mancung memikat wanita untuk masuk ke tenda kaki limanya. Kulitnya yang coklat keemasan membuat tampilannya sebagai lelaki semakin sempurna. Wajah Antonio Banderas si jagoan bertopeng Zorro langsung melekat di wajahnya.

Kuurungkan niat untuk pulang. Rasa penasaranku makin besar untuk masuk dan mencoba soto betawi asli hasil racikan mas Antonio Banderas. Apakah sama dengan soto betawi di jalan Teuku Umar, menteng yang paling terkenal se-Jakarta. Konon kabarnya soto betawi disana adalah tukang soto langganan mantan presiden RI ke-2. Campuran kuah soto berbahan santan dan susu berpadu menjadi satu dan bercampur dengan tomat segar, daging, daun bawang dan bawang goreng. Diatasnya di taburi emping melinjo asli.Wah, membayangkan soto di jalan Teuku Umar, air liurku menetes.


“Mas, soto dagingnya satu ya” pintaku sambil melemparkan senyum yang paling manis. semakin dekat makin mirip Antonio Banderas batinku. Pandanganku tak beralih dari mas Antonio yang satu ini.


Ia tak bersuara, segera di tancapkan pisau ke daging diatas nampan. Lalu dipindahkan ke atas talenan kayu. Dengan lincah tangannya memotong-motong daging dan memindahkan ke dalam mangkuk. Sesekali kepalanya bergoyang-goyang, mengikuti irama lagu dari ear phone yang menempel di kupingnya. Sedangkan ipod hitam yang digantung dileher sama sekali tak mengganggu aktifitasnya.


“Minum apa mbak?” tanya pelayan lain yang lebih muda. Tampak bedanya antara si mas Antonio dan pelayan ini.


“Mmm teh anget manis aja”

Ku alihkan lagi pandanganku ke mas Antonio Banderas. T-shirt hitam dan celana tanggung seukuran dengkul membuatnya makin jauh dari kesan seorang tukang soto. Ia lebih pantas menjadi seorang model di majalah. Hehehe


“Soto daging satu ya mbak” katanya sambil menyodorkan semangkuk soto betawi asli lengkap dengan emping diatas kuah yang terlihat lebih putih dari santan. Sepertinya kuahnya memang perpaduan antara campuran santan dan susu. Namun tak ada tomat didalamnya. Tak lupa ia berikan sambal dan irisan jeruk nipis dalam wadah terpisah.Wah, kalau makannya di temani mas Antonio Banderas rasanya memang berbeda. Bahkan soto betawi di jalan teuku Umar juga putus. Batinku tertawa geli.


***


Sudah seminggu ini aku punya kebiasaan baru, mampir di warung soto betawi asli di Mayestik. Tampaknya mas Antonio Banderas sudah merasakan keberadaanku. Diantara pelanggannya yang kebanyakan berkelamin perempuan itu, aku adalah orang yang paling sering di lihatnya. Baru saja mau duduk di pojokan tenda kaki limanya ia sudah tersenyum tipis.

“Biasa ya mbak” katanya kalem.“mmm, kali ini aku mau yang gak biasa mas” sambil menebarkan senyum paling manis yang sudah kususun.“Mau coba pake paru mbak? Kata orang sih lebih enak” katanya sambil lincah memotong-motong jeroan.


“Boleh juga”


Ritual nya meracik soto di mulai. Aku tertegun menyaksikan ketrampilan tangan dan otaknya. Sesekali tertegun melihat kelihaiannya menuangkan cuka dari botol kaca ke dalam deretan mangkuk soto, bak seorang bartender yang meracik minuman terbaik didunia.

“Mbak, sotonya enak gak?” tanya mas Antonio Banderas yang sudah ada di hadapanku. Menatapku dengan perasaan berbeda.“Enak mas. Anyway jangan panggil aku mbak dong. Panggil aja Sissy” sambil memamerkan senyum manisku.


“Kalau begitu, panggil saja aku Antonio”
Kok namanya sama ya dengan Antonio Banderas. Jangan-jangan dia memang Antonio Banderas.
“Antonio? Nama yang bagus. Kamu punya darah Itali ya?Antonia tertawa renyah, dia tatap aku dalam-dalam.“Aku gak punya darah Itali, tapi aku pernah ke Sisilia, Milan, Roma, dan kota terindah di dunia Venesia”


Dugaan ku semakin mendekati kenyataan. Dia bukan tukang soto sembarangan.

“Kamu hebat ya, dah keliling Eropa juga dong” tanya ku penasaran“Sotonya dihabiskan dulu dong, kalau dingin kan gak enak”

“Iya” sambil menyeruput kuah soto yang semakin nikmat.


“Aku kuliah di Belanda, di Groningen. Aku ambil arsitektur disana. Setiap libur semester aku menyempatkan diri berkunjung kenegara negara di Eropa”


Aku terus menyimak ceritanya, sambil menatap alis matanya yang tebal bak semut berbaris.
“Pernah ke Belanda?”


“Belum”


“Suatu hari kamu harus kesana. Bukan hanya Belanda, tapi Eropa. Menurutku disana seperti negri seribu dongeng di bukunya HC. Andersen. Bangunan kuno dan suasana pedesaan akan membuatmu tak pernah melupakannya. Di Belanda aku suka sekali mengunjungi zaandam dipagi hari. Kemudian dilanjutkan dengan makan siang di Amsterdam dan sore harinya naik tongkang (sejenis perahu) ke Broek di Waterland. Sungguh indah” wajahnya berbinar-binar.

“Apalagi ditemani wanita cantik sepertimu” sambil menatapku lekat.
Aku menunduk malu. Wajahku lebih merah dari kepiting rebus ditenda seafood. Perlahan kuangkat kembali wajahku.


“Kenapa jualan soto, kamu bisa berkerja lebih dari berjualan soto” tanyaku heran.Dia tertawa lepas.


“Pertanyaan aneh. Apa tukang soto gak boleh kuliah di Belanda? Bukannya sombong, aku juga punya kantor kosultan yang dibangun bersama teman-temanku”


Mulutku meembentuk huruf o tak bersuara.

“Sejak pagi aku sudah membentuk badan”“Wah, pantes saja. Setiap pagi sudah fitnes ya?” tanyaku kagum.


“Bukan fitnes, tapi ke pasar. Dari rumah naik sepeda membeli bahan-bahan untuk berjualan soto. sekalian olahraga. Setelah itu ngantor. Mengunjungi klien-klienku atau buat gambar pesanan mereka. Lumayanlah untuk hidup di Jakarta cukup”


“Wah, kamu hebat ya” gumamku bertambah kagum padanya.“Kamu sudah punya pacar?” tanyanya selidik.


Aku salah tingkah menanggapi pertanyaannya. Matanya menatapku sangat tajam, kedua tanganku digenggamnya erat. Wajah mas Antonio Banderas itu makin dekat ke wajahku. Kupejamkan mata perlahan.


“Mbak.. mbak…mbak, ini sotonya”

Suara tukang soto betawi si mas Antonio Banderas membuyarkan lamunanku. Aku langsung makan soto betawi yang masih mengepul dihadapanku dan secepatnya meninggalkan warung soto betawi pak Jamal gendut. Duh malunya, untung saja dia tak tau apa yang ada dalam lamunanku.


pud

1 komentar:

Unknown mengatakan...

wah..ada juga orang yg low profile begitu ya..dah jadi pacarmu belom?

btw..engga ada shoutboxnya...aku ngabur dari MP mu neeh